Juwairiyah binti Al-Harits

Juwairiyah merupakan istri Nabi Muhammad saw. dengan nama lengkap Juwairiyah bintu al-Harits bin Dharar bin Habib bin Jadzimah al-Khaza’iyyah al-Mushtaliqiyyah. Nama Juwairiyah memiliki arti “harapan menjadi perempuan yang solehah, rajin beribadah, cantik dan indah.” Juwariyah menjadi tahanan ketika Islam menang pada perang Al-Mustalaq (Battle of Al-Mustalaq). Ayah Juwariyyah datang pada Nabi SAW dan memberikan uang sebagai penebus anaknya. Nabi Muhammad saw. pun meminta sang ayah agar membiarkan Juwariyah untuk memilih. Ketika diberi hak untuk memilih, Juwariyah menyatakan ingin masuk Islam dan menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah utusan Allah yang terakhir.

Juwairiyah adalah istri pertama Nabi yang tidak berasal dari suku Quraish. Aisyah ra. menceritakan “Juwairiyah adalah seorang gadis yang cantik yang siapapun melihatnya, maka akan jatuh cinta dengannya. Saya dan Nabi duduk di waktu musim semi si Muraysi’ ketika beliau meminta Nabi SAW. untuk membantunya agar menebusnya. Beliau berkata “Wahai Rasulullah, saya adalah seoarangyang baru baru memeluk Islam dan saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Anda adalah utusan-Nya. Saya Juwairiyah, putri Harits bin Abi Diraar, yang mana ayah saya adalah kepala sukunya dan Anda tahu apa yang telah menimpa saya. Saya telah diberikan sebagai bagian dari Tsabit bin Qays dan sepupunya dan mereka telah menetapkan tebusan untuk kebebasan saya tapi saya tidak mampu membayar. Saya berharap bahwa Anda membantu saya. Nabi berkata: “Ada pilihan yang lebih baik juga.” Dia bertanya: “Dan apa itu?” Beliau menjawab: “Saya akan membayar tebusan dan Anda juga akan menikah” Juwairiyah mengatakan: “Baiklah, saya akan melakukannya.” Nabi mengirim pesan kepada Tsabit untuk meminta beliau. Tsabit berkata: “Demi Allah, beliau adalah milik mu yaa Rasul Allah!” Nabi membayar tebusan dan membebaskannya. Ketika orang-orang mengetahui bahwa Nabi telah menikah dengannya dan menjadi pengantin pria dari suku Bani Mustalaq, maka mereka membebaskan tawanan mereka yang telah diambil sebagai rampasan perang dan peristiwa ini membuahkan hasil hingga terbebasnya seratus keluarga Bani Mustalaq. Jadi, saya tidak tahu wanita lain lebih diberkati dan bermanfaat bagi sukunya selain dari Juwairiyah.”

 Juwairiyah memiliki sifat dan kehormatan sebagai keluarga seorang pemimpin. Dia adalah gadis cantik yang luas ilmunya dan baik budi pekertinya. Dia menjadi lambang kecantikan, kebaikan akhlak, dan adab sehingga semua pemuda Khuza’ah menginginkan dirinya sebagai istri. Beliau tinggal dengan nabi selama lima tahun, akan tetapi tidak memiliki anak darinya dan akhirnya, pada tahun 56 H dan menurut beberapa riwayat lain 50 H, beliau wafat di Madinah. Jenazahnya dikawal sampai kuburan Baqi’ dan dikuburkan di situ. Dikatakan bahwa Marwaan al-Hakam, penguasa Madinah pada waktu itu, dan Abu Haatam Hayyaan menghobatkan jenazah beliau.

Kritik dan saran terkait Mading ASC dapat ditulis Disini

Departemen Syiar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *